Berada di Distrik Kaibar pedalaman hutan Kabupaten Mappi, Papua, kamu bisa melihat rumah suku asli yang sangat tidak biasa. Terdapat Suku Kombai, Suku Korowai, dan Suku Citak yang menetap di lahan hutan tropis seluas sekitar 600 kilometer persegi ini.
Kalau ingin ke sana, kamu harus menempuh perjalanan yang penuh perjuangan dengan perahu motor. Kurang lebih selama 5-8 jam dari Kepi, kamu akan terkagum-kagum melihat keindahannya.
Suku asli Indonesia yang sangat tertutup dan hidup di tengah hutan.
Suku Korowai ditemukan pada 1974. Meskipun ada dua suku lainnya, harmonisasi antar suku kurang begitu terjalin. Mereka benar-benar tidak mengenal orang di luar kelompoknya.
Ketiga suku tersebut hidup secara nomaden di rumah pohon pada ketinggian sekitar 15 hingga 50 meter. Semakin tinggi, mereka akan merasa sangat aman.
Hal ini dikarenakan masih sering terjadi peperangan antar suku yang sering membuat mereka risau. Mereka akan berpindah tempat, jika persediaan makanan di kawasan tersebut telah habis.
Rumah pohon ala suku asli di kawasan Hutan Mappi.
Biasanya rumah pohon yang kita kenal terlihat sangat indah, aman, dan menjadi pusat objek wisata "zaman now". Namun di Mappi, mereka membangunnya dengan penuh resiko.
Tanpa menggunakan alat pengaman apapun, mereka membangun rumah dengan bahan alami di sekitar mereka. Pondasi rumah terbuat dari batang kayu kecil-kecil, lantai dilapisi kulit kayu, lalu dinding dan atapnya menggunakan perpaduan kulit kayu dan anyaman daun sagu.
Untuk mempertahankan bentuk rumah, mereka menggunakan bantuan tali dari rotan. Bisakah kamu membayangkan bagaimana mereka mempertaruhkan nyawa?
Sudah ada program pemerintahan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Tanpa menggunakan alat pengaman apapun, mereka membangun rumah dengan bahan alami di sekitar mereka. Pondasi rumah terbuat dari batang kayu kecil-kecil, lantai dilapisi kulit kayu, lalu dinding dan atapnya menggunakan perpaduan kulit kayu dan anyaman daun sagu.
Untuk mempertahankan bentuk rumah, mereka menggunakan bantuan tali dari rotan. Bisakah kamu membayangkan bagaimana mereka mempertaruhkan nyawa?
Sudah ada program pemerintahan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Sejak 2012, Kementerian Sosial membuat program pemberdayaan komunitas adat terpencil, termasuk suku-suku yang tinggal di rumah pohon. Beberapa di antaranya sudah tinggal dalam rumah permanen. Hal ini dilakukan secara bertahap.
"Kita akan berdayakan warga lokal dengan melibatkan tokoh masyarakat adat. Pemberdayaan ini bukan untuk mengubah adat dan budaya mereka, tetapi lebih ke ingin mempersiapkan mereka. Mau tidak mau, mereka harus bersinggungan dengan budaya luar ketika menjual hasil bumi di pasar,” ujar Wakil Bupati Mappi, Benjamin Ngali.
Tercatat ada sekitar 500 kepala keluarga dari tiga suku yang masih tinggal di rumah pohon.
"Kami ingin punya rumah juga di atas tanah, bukan rumah tinggi di pohon. Kami capek dan bosan tinggal di atas pohon," ungkap salah satu perwakilan Suku Kombai, Zakarias.
Saat ini sudah terbangun sekitar 140 rumah kayu permanen yang sudah ditempati warga Suku Korowai. Rencananya juga akan dibangun untuk warga Suku Kombai dan Citak secara bertahap.
Meskipun terlihat sangat tertutup, suku-suku di Papua sebenarnya bisa menerima kedatangan orang luar. Seperti yang terlihat dalam Festival Baliem.
Unik banget, ya. Kamu sudah pernah mampir ke sana belum?