Sejak zaman Presiden Soekarno sampai Joko Widodo, pemerintah dan rakyat Indonesia selalu setia membela Palestina melawan Israel. Bentuk pembelaannya beragam. Dari diplomasi, seruan boikot, peran aktif penerjunan TNI dalam misi perdamaian United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) di perbatasan Libanon-Israel, hingga “invansi”.

Sengaja diberi tanda kutip. Karena invansi tersebut bukan dilakukan melalui gelar kekuatan militer TNI di dunia nyata. Tetapi melalui serangan dunia maya para hacker Indonesia ke sejumlah server dan situs internet penting Israel.
Serangan cyber terdahsyat pernah meletus pada November 2012 saat Isarel untuk kesekian kalinya menginvansi Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Perang cyber ini banyak merontokan situs Israel dan melumpuhkan servernya. Situs-situs penting Israel seperti website militer, pemerintah beserta sejumlah wesite layanan publiknya sempat lumpuh total. 
 
Media massa Israel, Times of Israel, mencatat: ada sekitar 44 juta serangan para peretas di seluruh dunia yang menginvansi Israel secara cyber itu. Selain Indonesia, para hacker tersebut berasal dari Turki, Pakistan, Tunisia dan Maroko. 

Itulah serangan cyber terbesar dalam sejarah dunia maya sebagaimana diakui Irjen Polisi Israel Yohanan Danino, dilansir dari timeofisrael.com, (19/11/2012). Otoritas Israel marah besar. Pihak Kepolisian Israel menyatakan para hacker tersebut adalah teroris cyber.

Chief Information Officer Israel, Carmela Avner, mengakui baru kali itu Israel menemukan lawan cyber yang benar-benar tangguh. Israel sangat kerepotan hingga terpaksa harus membentuk tim khusus berupa Satgas Penangkal serangan. Terdiri dari 60 orang ahli dan pakar.

Karena serangan para hacker Indonesia sangat gencar, otoritas Internet Israel melalui notifikasi First Org memberi peringatan kepada otoritas keamanan Internet Indonesia atau Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (IDSIRTI).

Jika tidak dihentikan, pihak Israel akan membalas menyerang domain name server (DNS) Indonesia. IDSIRTI mengidentifikasi target DNS Indonesia yang bakal dihajar adalah domain berakhiran dot id (.id). Domain tersebut banyak dikelola oleh swasta dengan pengguna terbesar di Jakarta.
Mengetahui notifikasi ancaman tersebut, organisasi Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) gerak cepat. Berkoordinasi dengan para operator DNS Indonesia, pengawasan server dan situs meningkat. Hingga kemudian Pandi memastikan belum ada domain dot id yang diserang balik oleh pihak Israel.

Sampai tahun 2017, setiap eskalasi Israel versus Palestina memanas kembali, serangan cyber dari pasukan hacker Indonesia masih terus berlangsung. Entah siapa yang mengkomandonya. Mereka bergerak bak hantu, tanpa kantor dan tanpa SK.

Sampai kemudian di pertengahan 2017 beredar rumor yang cukup mengejutkan. Otoritas Israel mengancam akan menginvansi Indonesia seperti Palestina bila para hacker Indonesia masih melancarkan serangan cyber. Tel Aviv menuding serangan tersebut sebagai bentuk intervensi Indonesia terhadap Israel.

Tagline bahwa Israel akan mem-Palestina-kan Indonesia pun menjadi viral. Tapi ternyata, rumor tersebut hoax semata. Kejadiannya persis seperti 2014, juga beredar rumor Israel akan mem-Palestina-kan Indonesia ulah hacker Indonesia. Tapi rumor ini telah dibantah oleh Indonesia Cyber Army (ICA) pada 12 Juli 2014.

Meskipun hoax, pesan yang tersurat: betapa rakyat Indonesia tidak akan tinggal diam bila Palestina diperlakukan semena-semena oleh Israel. Karena hal tersebut merupakan kejahatan kemanusiaan melampaui skat-skat agama.

Anak bangsa ini bahu membahu semampu dilakukan dalam menyokong perjuangan Palestina. Bagaimanapun sikap sokongan tersebut memang menjadi salah satu pilar bangsa Indonesia sebagaimana klausul Indonesia anti-penjajahan dalam Pembukaan UUD 1945. Maka wajar pula dalam Aksi Bela Palestina di silang Monas (18/12/2017), pesertanya diisi oleh ratusan ribu lautan manusia.

Wakapolri Komjen Pol. Syafruddin mengidentifikasi jumlah itu merupakan aksi protes terbesar di dunia, merespon ulah Presiden AS Donald Trump yang menggeser kantor Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yarussalem di penghujung tahun 2017.

Jika main adu-aduan volume massa, Aksi Bela Palestina memang masih kalah jauh dengan lautan massa Aksi 212 pada Desember 2016, mencapai sekitar 7 juta lebih lautan manusia.
Tapi dalam konteks perjuangan Palestina, bisa jadi mereka yang tidak mengikuti Aksi Bela Palestina di Monas, secara diam-diam berperan sebagai pasukan cyber. Dengan keahliannya mereka berupaya meretas kembali server dan sejumlah website penting Israel. []